Lelah turun dari bus, bener-bener lelah, setelah menempuh perjalanan jauh dari malang surabaya. Adalah terminal bungur asih surabaya dimana aku turun bersimpuh air keringat, dengan menggenggam piala ditangan kanan yang baru aku dapatkan diaku menuju blok kanan terminal bungurasih kota surabaya guna mencari bus jurusan terminal brambang,  sesuai dengan perintah yang di berikan mas novi kepadaku melalui sms. Denganpenuh tanda tanya, aku langsung mencari bus jurusan terminal brambang surabaya.

Tepat di dalam bus aku merasa risih dengan keadaan yang sedang menyelimuti diriku, rasanya ada yang kurang deh, tapi apa itu? Hatiku terbata- bata mengingatnya, sedikit mengingat. Akhirnya,  Oh ya, sepatu! Aku lupa membawa bungkusan plastik yang berisikan sepatu sekolahku  yang sudah tak muat lagi di masukan ke dalam tas yang masih aku gendong sampai sekarang.

Waduuuwh…bagaimana nasibku? Itu adalah sepatu satu- satunya aku dan yang aku punyai. Sedih rasanya setelah ditinggal sendirian di malang, yang untungnya ada teman lama yang bisa membantu. di tambah lagi sepatu yang ketinggalan di kendaraan umum. Betapa gundahnya gulananya perjalanan ini. Tiba- tiba handphone-ku berdering, tertulis pesan masuk “ lutfih kalau kamu sudah sampe terminal bratang kamu sholat duluan aja di musholla terdekat dari  terminal, nanti aku jemput sana” pesan singkat dari mas novi, pria agak gendut yang bertempat tinggal di surabaya sekaligus pembina ekstra yang sudah menyumbang berbagai prestasi untuk sekolahku.

Tak terasa perjalanan nestapa malang surabaya yang berakhirkan di terminal bratang usai sudah, sebelum turun dari bus aku sempat menerima pesan singkat lagi dari mas novi “ aku tunggu di pintu keluar terminal pesanya.kebeneran pikirku, tiba di pintu keluar, aku tengak kanan tengok kiri kebingungan, hendak aku menelpon paman gembul sapaan akrab dia jika datang ke sekolah. Tiba-tiba, “hey luthfi teriaknya memanggilku.

Dengan rasa lelah yang menumpuk, aku menghampirinya lari-lari kecil.

“Gimana perjalananya? Dia memulai percakapan.

“Biasa saja mas”  jawabku lemah.

Mungkin dia tahu aku sangat kecapean. Akhirnya dia langsung menyuruhku menaiki motornya. Masih di area dekat terminal. sedikit aku memulai curhat kepadanya. Mas novi tadi tuh aku agak sedih banget.

Loh, kenapa? Jawabnya dengan nada serius.

“seketika aku masih di malang, aku lupa mebawa sepatuku, karena tas-ku tak muat lagi dimasukin benda-benda apapun di dalamya, akhirnya aku mebawanya dengan dimasukin ke plastik. Setelah di angkot aku menaruhnya di bawah kursi duduk. sesampainya di terminal malang, aku lupa membawa plastik tersebut  jawabku sambil meberi penjelasan kepadanya.

Kamu pengen beli sepatu luth? rayunya.

Tentu mas! Deket sini ada penjual sepatu sambinya meberitahuku.

Kalu begitu kita pergi kesana mas perintahku. Sampai ditempat tujuan, yaitu toko sepatu, aku langsung turun dari motornya dan melihat-lihat sepatu mana yang akan ku pilih. Lama aku mencari, akhirnya aku menemukan sepatu pilihanku. Sepatu berwarna hitam dengan bagian bawahnya yang berwarna putih, dan ciri- ciri khas yang mencolok melekat pada sepatu baruku,yaitu merek ripkul sepatu tersebut. Sebuah nama merek yang di duplikat dari nama merek ripcurl, yaitu nama barang-barang sport mahal, sangat tercermin sekali disini, suatu wajah muram negeri ini.

One Thought on “Ripkull Bukan Ripcurl

  1. ha ha ha.. di Bratang emang terkenal barang tembakan (istilah untuk menyebut produk2 palsu).

    dulu banjir sepatu bermerk Naiki (aslinya Nike), Gasoki (aslinye Kasogi), Igle (aslinya eagle), dan Ribook (aslienya rebook) 🙂

    kalau barang elektronik ada walkman merk Soni, Kasio, dll.

    Tapi bukan berarti kualitasnya selalu buruk. Dulu saat hobi naik gunung, pas SMA, saya seneng bisa dapetin sepatu gunung yg saat itu harga aslinya 150rb, bisa saya beli dengan harga 40rb. Lumayan cukup awet dan tampak gagah 🙂

Post Navigation